
Renewable Energy Innovation Competition (REIC) merupakan salah satu ajang selain Business Case Competition dan Policy Case Competition yang diperlombakan pada acara ReEnergize Summit 2025. ReEnergize Summit 2025 sendiri merupakan suatu acara tahunan yang diadakan oleh Society of Renewable Indonesia (SRE) Universitas Indonesia.
Mengusung tema “Harnessing Earth’s Heat: Geothermal Solutions for a Resilient Tomorrow”, REIC menekankan urgensi tentang pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, kekhawatiran lingkungan, dan ketahanan energi. Dalam kompetisi ini, tahapan kompetisi terbagi menjadi tiga, yakni preliminary stage berupa submisi proposal inovasi dari 5 – 21 Mei 2025, periode mentoring dari 9 – 13 Juni 2025, dilanjutkan babak final pada 21 Juni 2025 di Science Techno Park dan Balai Sidang, Universitas Indonesia. Pada babak final, finalis dipersilahkan memaparkan karyanya dalam bentuk pitching dan demonstrasi prototipe dalam format bahasa Inggris. Pada kesempatan ini, tim yang beranggotakan Jalalludin Mukhtafi (Teknik Nuklir 2021) sebagai ketua, beranggotakan M. Iqbal Sinulingga (Teknologi Industri Pertanian 2022) dan Arnoldo Gueveron Matheos Leondry Sumual (Teknik Nuklir 2023) membentuk tim GAMA-Thermal.
Tim GAMA-Thermal yang mengambil sub-tema “Geothermal for Resilient and Regenerative Communities” mengajukan judul “Rare Earth Element Extraction Plant on Geothermal Brine using Magnetic Partitioning Nanofluid Minerals with Real-time Artificial-Industrial Internet of Things (A-IIoT) for Downstreaming of Rare Earth Elements (Case Study: Dieng GPP Unit-1)”.
Jalalludin Mukhtafi selaku ketua tim menyampaikan bahwa ide ini berawal dari latar belakang Indonesia sebagai negara penghasil energi geotermal terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, disertai tingginya permintaan dunia atas Logam Tanah Jarang (LTJ) yang vital dalam pengembangan baterai kendaraan listrik, komponen elektronik, hingga partisi magnetik dalam beberapa pembangkit listrik energi terbarukan.
“Hubungan antara geotermal dan LTJ saling terkait satu sama lain, dimana letak LTJ yang acak dan dapat terkandung dalam brine geotermal menjadi kuncinya. Namun, eksplorasi LTJ di brine geotermal khususnya Indonesia belum dilakukan. Sebagai contoh, LTJ dapat ditemukan di Lapangan Panas Dieng yang dikelola oleh PLTP Dieng Unit-1 milik PT Geo Dipa Energi berdasarkan studi Kementerian 3 ESDM tahun 2008 silam. Namun, rendahnya konsentrasi, tingginya biaya separasi, dan kurangnya inovasi sistem ekstraksi cerdas membuat rencana tersebut urung dilakukan” lanjut Veron.
Dengan “GAMA Thermal”, ekstraksi LTJ dapat memanfaatkan MOF-3 yang berbasis partikel nanofluida magnetik, disertai ekosistem sistem ekstraksi cerdas yang memanfaatkan Large Languange Models (LLMs) dan Industrial-Internet of Things (IIoT) agar dapat dikontrol dan dipantau secara real-time.
“Secara keseluruhan, karya kami menawarkan solusi yang realistis, keberlanjutan, dan layak secara tekno-ekonomi, sesuai dengan visi strategis Indonesia di hilirisasi mineral. Kami berharap, inovasi ini tidak berhenti di atas kertas, melainkan juga implementasinya dalam skala laboratorium hingga uji lapangan” lanjut Iqbal di akhir wawancara.