Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fiska, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) telah mengadakan talkshow yang berjudul “Perspektif PLTN Pertama di Indonesia”. Acara yang dimoderatori oleh Ir. Haryono Budi Santosa, M.Sc (dosen Program Studi Teknik Nuklir) ini menghadirkan pembicara Kepala BAPETEN (Prof. Dr. Jazi Eko Istiyanto, M.Sc), Sekretaris LBMNU DIY (Dr. Anis Masduqi, Lc.MA), dosen FISIPOL UGM (Dr. Abdul Gaffar Karim) dan dosen Politeknik Mekatronika Universität Sanata Dharma (Dr.Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., M.Sc., M.A.). Pada acara yang dihadiri hamper 200 peseta tersebut, keempat narasumber memberikan pandangan terhadap PLTN di Indonesia dari perspektif regulasi, agama, politik, budaya dan filsafat.
Pada kesempatan tersebut Ketua Panitia Dr–Ing. Sihana menjelaskan tujuan acara, yaitu untuk melihat PLTN dari sisi yang berbeda. Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (Prof. Ir. Nizam, M.Sc. Ph.D) menyatakannya bahwa wacana PLTN seharusnya hadir di wajah publik dan tidak ada negara maju yang tidak menguasai nuklir. Sedangkan Dr. Anis Masduqi, Lc.MA menegaskan lagi bahwa tidak ada hal di dunia ini yang positif 100% ataupun negatif 100%, termasuk dalam pembangunan PLTN. Pihak yang memberikan keputusan PLTN baik atau buruk bukan ahli fiqih atau orang lain, melainkan para ahli yang memang mempelajari dan berkecimpung di bidang nuklir. Dr. Gregorius Heliarko mengatakan bahwa mengubah budaya itu sulit, tetapi peradaban mudah sekali untuk berubah, karena peradaban bersifat perubahan fisik, tetapi budaya terbentuk dari hubungan bawah sadar dengan alamnya. Peradaban sangat individualistis dan sensitive. Ketika berbicara tentang teknologi, perlu dilihat juga sejauh mana peradaban yang kita impor apakah sesuai dengan budaya kita atau tidak agar kita tidak kehilangan jati diri sebagai makhluk yang Indonesiais. Dr. Abdul Gaffar Karim menjelaskan bahwa berdasarkan pandangan ilmu politik, kepentingan para politisi-lah yang akan menjadikan sebuah ide akan diwujudkan atau tidak. Kepentingan aktor politik sebenarnya belum berpihak pada nuklir, melainkan masih berpihak pada migas sehingga nuklir sering kali masih dianak-tirikan.
Pada sesi diskusi, tanggapan para pakar atas beberapa pertanyaan antara lain adalah :
- Dari segi politik kita butuh orang yang kuat secara pendirian berpolitik, yang tegar kalau seandainya dihujat dan dijatuhkan dengan berbagai cara.
- NU sudah memiliki kesiapan untuk menjadi ladang berpromosi.
- Pembangunan PLTN tidak masalah, asalkan budayanya disiapkan.
- BAPETEN bekerjasama dengan lembaga keagamaan yaitu NU dan Muhammadiyah untuk membantu kegiatan promosi nuklir. Selama ini promosi masih untuk kepentingan kesehatan (rumah sakit).
- Kejujuran dalam melakukan sosialisasi merupakan hal yang penting.
- Selagi di PLTN ada maslahat, itu perlu untuk dilanjutkan.
- PLTN diperlukan terutama karena perlu daya negosiasi supaya Indonesia terlepas dari kungkungan migas.
- Terkait PLTN bila bisa menunjang kebutuhan masyarakat ya dilanjutkan saja dengan segala pertimbangan dan keadaan realita yang terjadi.
- PLTN dapat menjadi gagasan yang cocok untuk diterapkan dengan konsep trisakti.
- Keselamatan kerja dapat dibudayakan, misalnya apakah mahasiswa yang masuk laboratorium melihat tuntunan kerja?
- Jadilah bangsa yang lebih bermartabat, justru dengan memanfaatkan hal-hal teknis yangg membutuhkan kedisiplinan tinggi.
Di akhir acara, Ir. Haryono Budi Santosa, M.Sc., mengatakan “PLTN adalah sesuatu yang boleh. Perlu segera diadakan jika maslahatnya lebih besar daripada mudhorotnya dan pemerintah memutuskan. Manusia seharusnya menjadi tujuan untuk PLTN. Manusia bukan yang tidak dijadikan tujuan. PLTN haruslah memperbaiki martabat manusia. Keselamatan adalah jaminan yang berat walaupun kepentingan aktor kepentingan berlalu-lalang, dan semuanya tidak sekedar peradaban semata, tetapi budaya dan pembudayaan”.