Senin (03/8/2020), Prof. Dr. Ir. Agus Budhie Wijatna, M.Si., IPM dosen senior Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM telah dikukuhkan sebagai guru besar di Bidang Teknik Nuklir.
Bertempat di Balai Senat, Prof. Agus Budhie Wijatna yang telah 39 tahun menjadi dosen menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul “Prospek Pengembangan Teknologi Nuklir untuk Konservasi Sumberdaya Air dan Lingkungan”. Prof. Agus Budhie Wijatna menyampaikan dalam pidato tersebut bahwa introduksi entitas kimia apapun ke lingkungan semaksimal mungkin dihindari, karena dikhawatirkan akan mendegradasi ekosistem air, terutama penggunaan perunut kategori Bahan Berbahaya-Beracun (B3), termasuk di dalamnya penggunaan perunut radioaktif. Oleh karena itu perlu dibangun budaya memanfaatkan perunut (tracer) yang ramah lingkungan, dalam mempelajari dinamika air permukaan, air tanah, sedimen dan lingkungan.
“Banyak persoalan yang rumit yang tidak dapat diselesaikan secara konvensional, dapat diselesaikan lebih cepat dan akurat dengan memanfaatkan perunut isotop alam (natural isotopic tracer), tanpa harus harus menginjeksikan senyawa kimia apapun ke lingkungan” jelas Prof. Agus Budhie Wijatna
Prof. Agus Budhie Wijatna memaparkan bahwa opini buruk di masyarakat mengenai teknologi nuklir disebabkan karena pembangunan reaktor nuklir generasi pertama digunakan untuk memproduksi plutonium sebagai bahan baku pembuatan bom nuklir. Hal tersebut kemudian yang membangun opini publik, bahwa teknologi nuklir identik dengan dahsyatnya ledakan bom nuklir.
Padahal dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom dan diratifikasinya traktat non-proliferasi senjata nuklir (non-proliferation treaty of nuclear weapon, NPT) oleh Pemerintah Republik Indonesia bersama 187 masyarakat internasional (1 Juli 1968), maka Pemerintah Republik Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk menggunakan teknologi nuklir (sektor energi dan sektor non-energi) hanya untuk tujuan damai, dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.
Prof. Agus Budhie Wijatna menekuni teknologi nuklir sebagai perunut untuk studi hidrologi dan lingkungan. Secara garis besar, zat perunut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni perunut buatan (artificial tracer) dan perunut alam atau perunut lingkungan (natural or environmental tracer). Prof. Agus Budhie Wijatna menjelaskan “di antara sekian banyak pilihan, perunut yang ideal adalah perunut yang secara kimiawi berasosiasi sempurna dengan materi yang dirunut, atau secara atomik se-isotop dengan unsur yang dirunut”. Perunut seisotop artinya perunut dengan materi yang dirunut memiliki nomor atom yang sama, namun nomer massanya berbeda. Karakteristik ini yang menyebabkan isotop sebagai perunut memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan perunut-perunut lainnya.
Penelitian yang telah dipublikasikan oleh Prof. Agus Budhie Wijatna terkait topik tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (penulis pertama dan terpilih):
- Wijatna AB., Kayyis M, Satrio, E.R. Pudjiindiyati, (2019). Study of Seawater Intrusion in Deep Aquifer of Semarang Coast Using Natural isotopes and Hydrochemical. International Journal on Geoscience-IJOG. Geological Agency, Ministry of Energy and Mineral Resources. Vol. 6, No.1. pp. 17-28.
- Wijatna, A., Sudarmadji, S., & Hendrayana, H. Wijatna, A. B., & Sunantyo, T. A. (2018). Approach to Topographic Map, Hydrogeological and Environmental Isotopes Analysis to Delineation of Watersheds in Drought-prone Areas. Paper in E3S Web of Conferences (Vol. 42, p. 01017). EDP Sciences. Wijatna, A. B., Sudarmadji, S., & Hendrayana, H.
- Wijatna, A. B., Hendrayana, H., Aliyah, F., Muhammad, A. S., & Pratikno, B. (2018). Determination LMWL Wonosobo Area by Using Nuclear Technology, Case Study: Hydrogeology Study for Aqua Danone CSR Program. Paper in E3S Web of Conferences (Vol. 43, p. 01013). EDP Sciences.
- Wijatna, A., Sudarmadji, Sunarno., & Hendrayana, H. (2013). Tracing the Origin of Spring Water By Using Environmental Isotopes In the Southern Slope of Mount Merapi, Indonesia. ASEAN Engineering Journal Part C, Vol 2 No 2, 118-130.
Foto: Firsto