Pada tangggal 13 September 2018 yang lalu, Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada telah melaksanakan Focus Group Discussion (FGD). FGD yang berjudul “Perspektif Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia untuk Mendukung NEPIO” ini terlaksana beraat dukungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Tidak seperti acara yang biasanya diselenggarakan oleh departemen, FGD kali ini menghadirkan beberapa pakar, seperti Romo Franz Magnis Suseno (Ahli Filsafat Kristiani), Ir. H. Agus Mustofa (Ahli Agama Islam), Dr. As Natio Lasman (Ahli PLTN-BPPT), Dr. Djati Mardiyatno (Ahli Manajemen Bencana), Dr. Agus Puji Prasetyono (Ahli Kebijakan, Staf Ahli Kemenristekdikti), Ir. Nirwan A. Arsuka (Ahli Media Komunikasi), Fajar Basyir MA (Ahli Fiqih), Dr. Anis Masduki (Ahli Fiqih), Dr. Abdul Gafar Karim (Ahli Politik), Dr. Pramono Hadi (Ahli Geografi Lingkungan), Dr. Pujo Semedi Hargo (Ahli Sosiologi Anthropologi), Ir. Murni (Ahli Nuklir, WIN), Prof Sunyoto Usman (Ahli Sosiologi), Prof. Kirbani Sri Brontosuspito (Ahli Geofisika, Gunung Api), Fahmi Basya (Ahli Fiqih).
Acara yang dibuka oleh Wakil Dekan Fakultas Teknik (Selo, S.T., M.T., M.Sc., Ph.D) dimaksudkan untuk memperoleh informasi dan konsultasi dengan pakar (narasumber) dalam rangka memperdalam berbagai aspek yang terakit dengan perspektif PLTN pertama di Indonesia. Kegiatan FGD ditujukan untuk memperoleh rumusan tentang aspek-aspek manfaat dan madhorot dari PLTN baik dari aspek teknologi, sumber daya, ekonomi, sosial, budaya, politik, etika, keamanan dan keselamatan. Hasil diskusi nantinya akan dirangkum dan disempurnakan untuk menyusun buku Perspektif PLTN Pertama di Indonesia sebagai persiapan NEPIO. Buku tersebut akan diterbitkan oleh BAPETEN untuk kemudian diserahkan kepada para pemangku kepentingan (pemerintah) dan pihak terkait.
Pada sesi pertama dilakukan Penjelasan Teknologi Nuklir oleh Ketua Program Studi Teknik Nuklir (Alexander Agung ST,M.Sc, Ph.D). Kaprodi menjelaskan secara detil mengenai apa itu PLTN, pengembangannya dan pengelolaan limbahnya. Selanjutnya FGD dimoderatori oleh Ir. Haryono Budi Santosa, M.Sc.
Pada Sesi 1 FGD, Romo Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa beliau belum setuju PLTN digunakan di Indonesia mengingat adanya sumber renewable energy yang memadai. Beliau juga mangatakan bahwa budaya korupsi di Indonesia akan meningkatkan risiko pemanfaatan PLTN. Untuk menanggapi pernyataan tersebut Dr. As Natio menyatakan bahwa renewable energy memang melimpah namun sejauh ini belum bisa digunakan sebagai basis energi, karena sering mengalami drop karena pengaruh cuaca dll, juga ada kesulitan untuk menyimpan di aki (penyimpanan energi). Dari perspektif kebencanaan Dr. Jati Mardiyatno mengatakan bahwa efek kegagalan teknologi dapat disebabkan karena alam yang tidak mendukung atau karena kurang kemampuan manusia. Untuk itu perlu adanya analisis berbasis skenario terburuk, termasuk pertimbangan budaya safety dan budaya zero tolerance untuk PLTN. Sedangkan Ir. KH. Agus Mustofa mengatakan bahwa sebetulnya yang dibutuhkan Indonesia bukanlah dari sisi teknis, tetapi policy. Resiko pasti ada (manfaat dan keburukan pasti ada), dan dipertimbangkan mana yang lebih dominan dari keduanya. Pengembangan teknologi juga mempunyai resiko yang akan lebih tinggi. Dikhawatirkan jika terlalu bertele-tele Indonesia akan kehilangan sumber daya (habis) karena terlalu berkungkung dalam ketakutan dan membesar-besarkan bahaya daripada melihat secara kuantitatif dan berusaha menjaga keamanannya.
Dari sisi budaya, Ir. Nirwan mengatakan bahwa PLTN seharusnya dapat menjadi ajang membu
ktikan diri Indonesia bahwa Indonesia siap menghadapi perubahan. Oleh karenanya, masyarakat tidak sepatutnya menunggu keputusan politik tetapi menggebrak untuk membuka kemungkinan keputusan politik untuk memberikan izin PLTN.
Sesi 2 dimulai dengen presentasi oleh Dr. Pujo Semedi Hargo (ahli antropologi) yang menekankan bahwa sering kali keputusan tidak diambil oleh mereka yang mendapatkan manfaat kedepan, tetapi oleh mereka yang akan menanggung efeknya. Sedangkan Fajar Basyir MA dan Dr. Anis Masduqi Lc. (LBMNU DIY) mengatakan bahwa Islam membuka kesempatan yang luas untuk memanfaatkan semua potensi yang ada di bumi. Kekhawatiran yang muncul di masyarakat terkait resiko PLTN sama persis dengan kekhawatiran malaikat pada saat Allah akan menciptakan manusia di bumi. Oleh karena itu kita jangan menyerah kepada dampak dampak negatif pembangunan PLTN. Manusia harus berusaha untuk mengembangkan ilmu teknologi untuk meningkatkan potensi pemanfaatan sumber daya alam yang ada di bumi. Beliau menekankan bahwa PLTN perlu dikembangkan asalkan digunakan dalam rangka kebaikan dan kedamaian, hanya saja tetap menjaga risiko tetap harus diminimalisir dan bukan dengan tujuan merusak. Prof.Kirbani menanggapi bahwa dalam bidang Nuklir prinsipnya adalah melindungi warga sekitarnya baru instalasi, sedangkan di bidang Migas berprinsip keselamatan instalasi sebelum melindungi warga sekitar. Prof. Sunyoto Usman akhirnya mempertanyakan peran UGM dalam menyikapi PLTN, karena sejauh ini belum menangkap posisi UGM seperti apa. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Dr. Abdul Gaffar Karim sebagai berikut “UGM satu satunya universitas yang memiliki prodi TN. Oleh karena itu, menurut saya UGM sebaiknya mendukung PLTN diikuti kajian kajian terkait mahlahah dan mudharat PLTN dipandang dari berbagai aspek“.
Pada sesi 3, Dr. Abdul Gaffar Karim menengarai bahwa ada beberapa isu politik terkait PLTN, yaitu
- Siapa yang akan mengambil keuntungan terbesar jika PLTN dioperasikan.
- Korupsi terbesar adalah korupsi di pengadaan. Maka terkait dengan hal tersebut, kultur budaya orang Indonesia juga menjadi perhatian besar
- Tantangan terbesar adalah dominannya economic fossil fuel
- PLTN dapat dikembangkan, tetapi harus mengalahkan dominant economic fossil fuel.Namun, ada acara lain selain mengalahkan dominant economic fossil fuelyaitu meminta dukungan politik.
Hal tersebut diamini oleh Dr. M.Pramono Hadi, M.Sc yang mengatakan bahwa di balik sumber fosil ada pengaruh politik kuat yg dapat mengubah kebijakan. Ir. Nirwan A Arsuka sekli lagi menekankan bahwa di situasi seperti ini yang dapat diharapkan adalah keputusan politik, tetapi tidak dapat ditunggu sambil diam saja.
Prof. Sunyoto Usman di sesi 4 menegaskan bahwa masyarakat terlanjur menolak PLTN yang terkait dengan energi, namun selama ini tidak ada penolakan nuklir di bidang kesehatan, pertanian, dll. Untuk itu perlu diketahui social readiness yang terkait SDM kita sudah memenuhi semua level yang dibutuhkan untuk pengembangan PLTN dan siapa pengelola utamanya (pemerintah atau pihak swasta). Selain itu jaringan regional, nasional, dan internasional harus dikelola dengan baik dan nuklir harapannya tidak hanya menjadi isu teknik tetapi menjadi isu sosial, politik, kultur dan budaya. Menanggapi lontaran tersebut, Prof. Kirbani menekankan bahwa wawasan generasi selanjutnya (terutama lulusan Teknik Nuklir UGM) tidak hanya digunakan untuk perminyakan, mining, dll, tapi juga dapat membuat tapak reaktor PLTN.